Hukum Perdata
A. Pengertian Hukum Perdata
Hukum
Perdata merupakan suatu kententuan yang mengatur kepentingan serta hak-hal
antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa
(civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yaitu hukum privat atau hukum
perdata dan hukum publik. Di dalam sistem Anglo-Saxon (common law) tidak
mengenal pembagian seperti ini. Di dalam hukum perdata terdapat 2 kaidah, yaitu:
1. Kaidah tertulis
Kaidah hukum perdata tertulis adalah
kaidah-kaidah hukum perdata yang terdapat di dalam peraturan
perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
2. Kaidah tidak tertulis
Kaidah hukum perdata tidak tertulis
adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam
praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan)
Subjek hukum dibedakan menjadi 2
macam, yaitu:
1. Manusia
Manusia sama dengan orang
karena manusia mempunyai hak-hak subjektif dan kewenangan hukum.
2. Badan hukum
Badan hukum adalah
kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak
dan kewajiban.
Subtansi yang diatur dalam hukum
perdata antara lain:
1. Hubungan keluarga
Dalam
hubungan keluarga akan menimbulkan hukum tentang orang dan hukum keluarga.
2. Pergaulan masyarakat
Dalam
hubungan pergaulan masyarakat akan menimbulakan hukum harta kekayaan, hukum perikatan, dan hukum waris.
Dari
berbagai paparan tentang hukum perdata di atas, dapat di temukan unsur-unsurnya
yaitu:
1. Adanya kaidah hukum
2. Mengatur hubungan antara subjek hukum
satu dengan yang lain.
3. Bidang hukum yang diatur dalam hukum
perdata meliputi hukum orang, hukum keluarga, hukum benda, hukum waris, hukum
perikatan, serta hukum pembuktia dan kadaluarsa.
A. Pengertian Hukum Perdata Menurut Para Ahli
1. Menurut Mr. E.M. Mejers
Hukum
Perdata merupakan hukum yang mengatur hak-hak yang diberikan terhadap individu atau seseorang yang diberikan
sepenuhnya untuk menetapkan dengan mereka, jika
ia akan memakai hak-hak tersebut, sepenuhnya bisa melalui kepentingan sendiri.
2. Menurut Mr. H.J. Hamaker
Hukum
Perdata merupakan hukum yang umumnya berlaku, yakni hal yang memebuat peraturan-peraturan tentang tingkah laku
orang-orang dalam masyarakat pada umumnya.
3. Menurut Riduan Syahrani
Hukum
Perdata merupakan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan lainnya di dalam masyarakat yang
menitik beratkan pada kepentingan perseorangan
(pribadi).
4. Menurut Salim HS
Hukum
Perdata merupakan yang semua kaidah-kaidah hukum, baik yang tertulis ataupun tidak tertulis yang mengatur
hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lainnya
dalam berhubungan kekeluargaan serta di dalam pergaulan bermasyarakat.
5. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan
Hukum Perdata adalah hukum yang
mengatur suatu kepentingan antara warga negara perseorangan
yang satu dengan warga perseorangan lainnya.
B.
Sejarah Singkat Hukum
Perdata
Hukum
perdata di Belanda berasal dari hukum perdata negara Prancis yakni disusun
dengan berdasarkan hukum romawi ‘Corpus Juris Civilis’ yang pada waktu itu
dianggap sebagai hukum yang sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Prancis
dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) serta Code de Commerce
(hukum dagang). Pada waktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua
keadaan tersebut diberlakukan di negara Belanda yang masih dipakai terus hingga
24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).
Pada tahun 1814 Belanda memulai
dalam menyusun Kitab Udang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri
Belanda, dengan berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M
Kemper disebut Ontwerp Kemper. Tetapi disayangkan Kemper meninggal dunia pada
tahun 1824 sebelum dapat menyelesaikan tugasnya serta dilanjutkan oleh Nicolai
yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda itu terlealisasi
pada tanggal 6 juli 1830 bersama pembentukan dua kodifikasi baru yang
diberlakukan pada tanggal 1 oktober 1838 sebab telah terjadi pemberontakan di
Belgia, yakni:
·
BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata-Belanda]
·
WvK [atau yang dikenal dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang]
Menurut J. Van
Kan, kodifikasi BW adalah arti dari Code Civil hasil meniru yang disalin dari
bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
C.
Penerapan atau
Contoh Kasus
Dalam
perkara Gugat Waris dari para Penggugat yang seluruhnya 23 orang terbukti Bukan
Ahli Waris dan hanya 12 orang yang Ahli Waris Pengganti, telah menang dalam
Putusan PTA 2012 dan Putusan Pembatalan yang sangat menyolok atas Surat Hibah
dan atau Akta Wasiat untuk obyek yang sama, yaitu peruntukan tanah/rumah di Jl.
Sumatera no. 25 Bandung, dari alm. Prof. dr. MW Haznam Sp. PD KE kepada ISTRI
Beryl Causary Syamwil (satu-satunya AHLI WARIS hidup), justru karena almarhum
tidak memiliki anak. Maka atas dasar tidak memiliki anak pula Gugatan para
keponakan dan anak keponakan almarhum begitu sengit dan agresif. Obyek Hibah
sama dengan Obyek Wasiat yaitu salah satu dari dua properti (tanah/rumah) milik
pribadi alm. MW Haznam, yang dengan bukti otentik terbukti bukan Harta Bersama
Keluarga dan bukan Warisan Orangtua alm. MW Haznam, satu bukti diantaranya,
bahwa Akta Jual Belinya baru tahun 1986, dimana seluruh saudara kandung dan
ibu-bapak telah tiada, telah lebih dahulu meninggal dunia. Ini adalah Tambahan
Memori Peninjauan Kembali, mengingat beberapa jebakan formalitas yang hampir
sama seperti kegagalan Kasasi 2012, karena Memori Kasasi terlambat dua
hari,walaupun Pernyataan Kasasi-nya satu hari sebelum batas waktunya. Terlebih
dahulu Pemohon PK menyampaikan Harapan Yang sangat Besar kepada Yang Terhormat
Ketua Mahkamah Agung RI q.q. Yang Mulia Majelis Hakim Agung Peradilan Agama yang
memeriksa, mengadili dan memutus perkara aquo dapat dengan Cermat dan Seksama
secara Utuh dan Menyeluruh untuk Memperhatikan dan Mempertimbangkan Fakta Hukum
yang terungkapdalam proses pemeriksaan Perkara aquo yang sesungguhnya bertujuan
Demi Terciptanya Keadilan Yang Hakiki, tidak semata-mata hanya memeriksa
perkara ini dari Memori PK dan Kontra Memori PK yang amat merisaukan.
Selanjutnya Pemohon PK yang awam hukum ini, menyampaikan: Kompilasi Hukum
Islam, mengatur Siapa Ahli Waris, dalam BAB II Ahli Waris, yang terdiri dari
Pasal 172 merumuskan arti AHLI WARIS yang SAH; Pasal 173 mengatur tentang
Hilangnya Hak Ahli Waris; Pasal 174 mengatur Siapa yang termasuk Ahli Waris.
Pasal 175 mengatur Kewajiban AHLI WARIS; Menurut Pasal 174 KHI : AHLI WARIS;
yaitu (1) a. Ayah, Anak laki-laki, Saudara laki- laki, Paman dan Kakek; Ibu,
Anak Perempuan, Saudara perempuan, Nenek. b. duda/ janda. (2)Apabila semua Ahli
Waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, JANDA atau
duda. Jelas dan Tegas , tidak tersebut KEPONAKAN. Pasal 174 KHI, Membatasi
dengan Jelas, Nyata dan Tegas, bahwa Penggugat sebagai ANAK Saudara
laki-laki/perempuan (keponakan), bahkan CUCU Saudara laki-laki /perempuan atau
ANAK dari keponakan laki-laki dan perempuan, BUKAN AHLI WARIS Namun, meskipun
(dulu) PENGGUGAT Bukan Salah Satu dari golongan/kelompok Ahli Waris, akan
tetapi BERHAK memperoleh Bahagian dari Harta Warisan Alm. Moesafar Walad
Haznam, mengacu pada Petunjuk dalam Kompilasi Hukum Islam BAB III, tentang
Besarnya Bahagian, Pasal 176 s/d Pasal 191 serta BAB IV, tentang AUL dan RAD,
Pasal 192 s/d Pasal 193 (tentang adanya asabah), Terutama pada ketentuan: Pasal
185 Kompilasi Hukum Islam di dalam BAB III tentang Besarnya Bahagian, dimana
sebagian Penggugat dapat disebut Ahli Waris Pengganti. BAB III : Besarnya
Bahagian -- Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam : (1) Ahli Waris yang meninggal
lebih dulu daripada si Pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh
anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173. (2) Bahagian bagi Ahli
Waris Pengganti tidak boleh melebihi bahagian dari Ahli Waris yang sederajat
dengan yang diganti; BAB IV : AUL dan RAD, Pasal 193 Kompilasi Hukum Islam
Apabila dalam pembagian Harta Warisan di antara Para Ahli Waris Dzawil Furudh
menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil daripada angka penyebut,
sedangkan tidak ada Ahli Waris Ashabah, maka pembagian harta warisan tersebut
dilakukan secara rad, sesuai hak masing-masing Ahli Waris, sedang SISA dibagi
secara berimbang di antara mereka. Ada Ashabah Ahli Waris dan ada Ashabah
Penerima Waris yang Bukan Ahli Waris. Ketentuan Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam
dengan JELAS dan NYATA mengatur posisi AHLI WARIS PENGGANTI hanya untuk
memperoleh HARTA WARISAN Almarhum Prof. dr. Moesafar Walad Haznam menggantikan
AHLI WARIS (orang-tua mereka), tetapi tidak untuk menggantikan posisi AHLI
WARIS dalam golongan/kelompok AHLI WARIS seperti diatur oleh ketentuan Pasal
174 KHI. Sehingga "quad noon" PARA TERMOHON PK / dahulu PARA PENGGUGATtersebut
merupakan AHLI WARIS PENGGANTI bukan sebagai AHLI WARIS. Bahkan sebagian dari
PARA TERMOHON PK / dahulu PARA PENGGUGAT yang merupakan CUCU dari SAUDARA
laki-laki/perempuan darialm. MW Haznam tidak termasuk AHLI WARIS PENGGANTI
karena TIDAK menggantikan AHLI WARIS dalam Pasal 174 KHI. Para Anak-anak
Saudara Kandung yang semua meninggal lebih dulu dari Pewaris hanyalah Ashabah
Penerima Waris, KHI menyebutnya Ahli Waris Pengganti. Sementara Para Anak-anak
dari Keponakan yang meninggal lebih dahulu dari Pewaris, karena keponakan Bukan
Ahli Waris ( Pasal 174 KHI), maka anaknya Bukan Ahli Waris Pengganti. Maka Ahli
WarisPengganti adalah : 1. Iskandar Hasan Haznam, 2. Zubaida Ratna Putri, 3.
Zuraida Purnama Dewi 4. Finaldi Sj. K. Haznam, 5. Radini Radwinto Soedibjo, 6.
Venita Budiarman 7. Asrin Rafli Haznam, 8. Hanrozan Haznam, 9. Mahdalisa, 10.
Azinul Yudi Adrian 11. Duardino Indramin Haznam, 12. Durando Juniman Syawali
Bukan Ahli Waris Pengganti adalah 13. Iskandar Haznam, 14. Mayuko Haznam, 15.
Janatha Ananda Putra, 16. Aliya Echsanti, 17. Astrid Indria Haznam, 18. Aswin
Indrawan Haznam, 19. Lucky Indraman Haznam 21. Azara Mahdaniar, 20. Chitra
Delicia Tjahyono, 21. Rizkie Arissaputra, 22. Sherina Trinovita Tjahyono Hal
itu semakin JELAS dan TEGAS dengan pemisahan BAB II Ahli Waris dari BAB III
Besarnya Bahagian serta BAB IV Aul dan Rad. Hanya sebagiandari PENGGUGAT
termasuk AHLI WARIS PENGGANTI menurut BAB III jo. BAB IV. Bahwa
pembedaan/pemisahan materi di antara BAB-BAB KHI sebagaimana lazimnya Kitab
Undang-undang, bertujuan mempertegas golongan atau kelompok AHLI WARIS.
Pengaturan materi itu telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, UU No.
12 Thn. 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pasal 64 ayat
(2), sbb. : “… Ketentuan mengenai Teknik Penyusunan Peraturan
Perundang-Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran
II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini…”; Lampiran
II UU No. 12 Thn. 2011 : Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pada Sistematika,
BAB I tentang Kerangka Peraturan Perundang–Undangan, Bagian Batang Tubuh,
menyebutkan: Poin 63 : Pengelompokan materi muatan dirumuskan secara lengkap
sesuai dengan kesamaan materi yang bersangkutan dan jika terdapat materi muatan
yang diperlukan tetapi tidak dapat dikelompokkan dalam ruang lingkup pengaturan
yang sudah ada,materi dimuat dalam babketentuan lain-lain. Poin 67:
Pengelompokan materi muatan Peraturan Perundang-undangan dapat disusun secara
sistematis dalam buku, bab, bagian, dan paragraph; Poin 68 : Jika Peraturan
Perundangan-undangan mempunyai materi muatan yang ruang lingkupnya sangat luas
dan mempunyai banyak pasal, pasal atau beberapa pasal tersebut dapat
dikelompokkan menjadi: buku (jika merupakan kodifikasi), bab, bagian, dan paragraf.
Poin 69: Pengelompokkan materi muatan dalam buku, bab, bagian, dan paragraf
dilakukan atas dasar kesamaan materi. Dalam Penjelasan Lampiran II disebutkan
“…juga diadakan penyempurnaan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan
beserta contohnya yang ditempatkan dalam Lampiran II. Penyempurnaan terhadap
teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan dimaksudkan untuk semakin
memperjelas dan memberikan pedoman yang lebih jelas dan pasti yang disertai
dengan contoh bagi penyusunan Peraturan Perundang-undangan…”;
D. Peraturan pendukung
KUH Perdata terdiri atas empat 4 bagian,
yaitu:
1. Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht
2. Buku 2 tentang Benda
3. Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht
4. Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian /
Verjaring en Bewijs
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Hukum
perdata di negara kita pada dasarnya bersimber pada Hukum Napoleon lalu
berdasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor
Indonesie (BW) atau juga sebagai KUH Perdata. BW sebenarna adalah aturan hukum
yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditunjuk bagi kaum golongan
warganegara bukan asli yakji dari Eropa, Tionghoa serta dari timur asing.
Tetapi
dengan berdasarkan kapada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945,
semua peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda berlaku bagi warga
negara Indonesia (azas konkordasi). Ketentuan yang ada di dalam BW pada saat
ini telah diatur secara tersendiri atau terpisah oleh berbagai peraturan
perundang-undangan. Contohnya yang berkaitan dengan tetang tanah, fidusia serta
tanggungan.
Kodifikasi
KUH Pedata Indonesia Diumumkan pada tanggal 30 April 1847 lewat Staatsblad No.
23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah
Indonesia merdeka, dengan berdasarkan atutan Pasal 2 aturan peralihan
Undang-undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku
sebelum digantikan dengan Udang-undang baru berdasarkan Undang-undang Dasar
ini. BW Hindia Belanda adalah induk hukum perdata Indoensia.
Daftar Pustaka :
http://www.gurupendidikan.com/pengertian-hukum-perdata-menurut-para-ahli-beserta-kitab-uu-dan-sejarahnya/
(Diakses Pada 27 April 2017 Pukul 20.18)
http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-hukum-perdata.html
(Diakses Pada 27 April 2017 Pukul 22.25)
http://www.kompasiana.com/berylcausary/contoh-nyata-kasus-ahli-waris-pengganti-i_55287aacf17e6133558b4569
(Diakses Pada 27 April 2017 Pukul 22.39)